Pendaftaran Izin Edar BPOM (Pangan Olahan)

Setiap Pangan Olahan baik yang di produksi di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib memiliki Izin Edar yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Namun terdapat jenis pangan olahan yang tidak wajib memiliki Izin Edar, hanya saja sebagai gantinya wajib memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Yaitu :

  1. Diproduksi oleh industri rumah tangga pangan;
  2. Mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari;
  3. Diimpor dalam jumlah kecil untuk keperluan :
    • Sampel dalam rangka permohonan pendaftaran;
    • Penelitian;
    • Konsumsi sendiri;
  4. Digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir;
  5. Yang dikemas dalam jumlah besar dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir; dan/atau
  6. Pangan yang dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil sesuai permintaan konsumen.

Kriteria Pangan Olahan dikelompokan menjadi:

  1. Pangan Olahan yang diproduksi di Indonesia :
    • Pangan Olahan yang diproduksi sendiri; dan
    • Pangan Olahan yang diproduksi berdasarkan kontrak (toll manufacturing/makloon).
  2. Pangan Olahan yang diproduksi di negara lain dan diimpor ke dalam wilayah Indonesia.

Pangan Olahan yang akan didaftarkan harus memenuhi kriteria Keamanan, Mutu, dan Gizi. Berikut parameternya:

  1. Parameter Keamanan, yaitu batas maksimum cemaran mikroba, cemaran fisik, dan cemaran kimia;
  2. Parameter Mutu, yaitu pemenuhan persyaratan mutu sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku; dan
  3. Parameter Gizi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Selain wajib memperhatikan parameter tersebut diatas, Pangan Olahan yang didaftarkan juga harus memenuhi persyaratan label, cara produksi pangan olahan yang baik, dan cara distribusi pangan olahan yang baik.

Pendaftaran Pangan Olahan dibedakan berdasarkan tingkat risiko penilaian yang terdiri atas:

izin edar BPOM

a. tingkat risiko tinggi;

b. tingkat risiko sedang;

c. tingkat risiko rendah; dan

d. tingkat risiko sangat rendah.

Penetapan tingkat risiko penilaian didasarkan pada kriteria tingkat risiko produk, target konsumen, pencantuman klaim, penggunaan BTP (Bahan Tambahan Pangan) dan proses produksi tertentu.

Masa berlaku Izin Edar Pangan Olahan adalah 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang melalui Pendaftaran Ulang.

Untuk Pangan Olahan yang diproduksi berdasarkan perjanjian atau penunjukan dengan masa kerjasama kurang dari 5 (lima) tahun maka masa berlaku Izin Edar sesuai dengan masa berlaku kerjasama dalam dokumen penjanjian.

Syarat Administratif Pendaftaran Pangan Olahan Dalam Negeri :

  1. Akta Notaris Pendirian/Perubahan Perusahaan
  2. Hasil audit sarana produksi atau Piagam Program Manajemen Risiko (PMR) atau Sertifikat Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB)
  3. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) Perusahaan
  4. Izin Industri (Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri atau Izin Usaha Mikro Kecil) :
  5. Untuk pangan yang di produksi sendiri : Izin Industri
  6. Untuk pangan yang diproduksi berdasarkan kontrak :
    • Izin Industri Pemberi Kontrak
    • Izin Industri Penerima Kontrak
    • Surat Perjanjian/Kontrak antara Pihak Pemberi Kontrak dengan Pihak Penerima Kontrak
  7. Surat kuasa untuk melakukan pendaftaran pangan olahan

Syarat Administratif Pendaftaran Pangan Olahan impor :

  1. Akta Notaris Pendirian/Perubahan Perusahaan
  2. Hasil audit sarana distribusi
  3. Surat Penunjukan dari perusahaan asal di luar negeri
  4. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) atau Sertifikat Bebas Jual (Certificate of Free Sale)
  5. Sertifikat GMP/ HACCP/ ISO 22000/ sertifikat serupa yang diterbitkan oleh lembaga berwenang/ terakreditasi dan/atau hasil audit dari pemerintah setempat.
  6. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Angka Pengenal Impor (API) atau Surat Penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) untuk Minuman Beralkohol.
  7. Surat kuasa untuk melakukan pendaftaran pangan olahan

Syaratan Teknis Pendaftaran Pangan Olahan:

  1. Komposisi atau daftar bahan yang digunakan termasuk keterangan asal bahan baku tertentu dan/atau BTP
  2. Proses produksi atau sertifikat GMP/HACCP/ISO 22000/sertifikat serupa yang diterbitkan /terakreditasi dan/atau hasil audit dari pemerintah setempat
  3. Informasi tentang masa simpan
  4. Informasi tentang kode produksi
  5. Rancangan label
  6. Hasil uji produk akhir (Certificate of Analysis)

Data Pendukung (jika diperlukan):

  1. Sertifikat Merek (jika label mencantumkan ® atau ™)
  2. Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk produk SNI wajib atau untuk produk yang mencantumkan tanda SNI pada label
  3. Sertifikat Organik (jika label mencantumkan logo organik)
  4. Keterangan tentang Pangan Produk Rekayasa Genetik untuk bahan baku antara lain kentang, kedelai, jagung dan tomat
  5. Keterangan Iradiasi Pangan (jika diproses dengan iradiasi)
  6. Sertifikat Halal (jika label mencantumkan logo halal)
  7. Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk RPH (Rumah Pemotongan Hewan)
  8. Data pendukung lain.

Note :

  • Walaupun skala usaha masih berada di level UKM (menurut UU No.20/2008 sampai dengan omzet Rp 50 milyar/tahun), selama tempat produksi sudah tidak lagi di rumah, maka setiap pelaku usaha menjadi wajib mendapatkan Izin Edar BPOM untuk semua produk pangannya.
  • Proses mendapatkan Izin Edar BPOM dapat berlangsung cukup lama dan memakan biaya yang cukup besar. Adapun biaya besar bukan hanya yang secara langsung menyangkut pada retribusi perizinannya, melainkan juga biaya tidak langsung berupa renovasi tempat produksi yang harus dilakukan agar dapat memenuhi standar dan berhasil lolos inspeksi BPOM.
  • Tips: Pelaku UKM yang sudah siap naik kelas dan ingin memperluas tempat produksi dan skala produksinya dapat memulai pengurusan Izin Edar BPOM sebelum memindahkan seluruh fasilitas produksinya dari rumah ke tempat produksi yang baru. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari risiko pemeriksaan mendadak yang sewaktu-waktu dapat dilakukan, dan pelaku usaha bisa dikenakan sanksi jika Izin Edar produk yang dimiliki masih berupa SPP-IRT, padahal tempat produksinya sudah berpindah ke lokasi luar rumah yang lebih luas dan tidak lagi di skala rumah tangga. Belajar dari kasus bebiluck yang sempat viral, pelaku usaha sebaiknya melanjutkan produksi di rumah, dan proses pengurusan Izin Edar BPOM dapat dijalankan secara paralel dengan persiapan tempat produksi baru.
  • Good Manufacturing Practice (GMP) adalah sistem produksi dan kontrol kualitas pada suatu fasilitas produksi (pabrik) dalam rangka menjamin bahwa proses produksi suatu produk pangan, farmasi, atau obat-obatan tertentu telah memenuhi kaidah atau standar higienitas, sanitasi, dan keamanan konsumsi tertentu. selain itu, sistem GMP juga merupakan suatu prosedur produksi terstandar untuk menghasilkan produk dengan standar kualitas yang konsisten.
  • Terdapat beberapa institusi yang memberikan jasa konsultasi GMP, beberapa sudah memiliki website yang bisa ditelusuri melalui internet. Begitu pula lembaga sertifikasi GMP. Pendampingan dari jasa konsultan GMP diperlukan karena cukup kompleksnya sistem produksi yang perlu dirancang agar dapat menghasilkan kualitas produk yang terstandar dan juga untuk membantu pemohon menyiapkan diri untuk diaudit oleh lembaga pemberi sertifikasi GMP. Setelah mendapatkan sertifikat GMP, pemohon dapat melanjutkan prosesnya untuk diaudit oleh petugas BPOM dan mendapatkan Izin Edar BPOM.
  • Dalam proses pengurusan Izin Edar BPOM, auditor umumnya akan menginspeksi tempat produksi lebih dari satu kali, dengan petugas yang bisa berbeda-beda. Petugas umumnya akan memberikan catatan perbaikan, jika masih ada temuan hal-hal yang belum memenuhi standar pada fasilitas produksi pemohon. Ada baiknya pemohon memahami betul konsep dari rancangan fasilitas produksinya, agar pada saat diperiksa oleh petugas BPOM dapat memberikan jawaban yang jelas dan rasional. Hal ini penting untuk menghindari rekomendasi perbaikan fasilitas produksi yang sesungguhnya bisa jadi tidak diperlukan. Untuk itu, pelaku usaha perlu mengoptimalkan peran jasa pendamping GMP dan memastikan terjadi proses transfer pengetahuan yang baik dari konsultan ke pelaku usaha, khususnya mengenai rancangan fasilitas produksi dan segala alasan atau pertimbangan yang melandasi rancangan tersebut.
  • Beberapa jenis produk pangan memang boleh mendapatkan izin edar berupa Sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT), misalnya pempek/empek-empek kering, ikan presto, dll. Namun jika produk tersebut dikembangkan menjadi produk makanan beku (frozen food), makanya izin edar yang dimiliki harus berupa izin BPOM. Mengingat syarat untuk mendapatkan izin BPOM cukup berat, ada baiknya pelaku UKM – khususnya usaha mikro – memulai dengan memproduksi jenis produk-produk pangan yang boleh mendapatkan izin edar PIRT. Setelah yakin dengan potensi bisnis dan tekad pun sudah bulat, barulah mengembangkan produk yang wajib izin edar BPOM dalam rangka mendukung target ekspansi pemasaran produk.