Pembubaran Perseroan Terbatas

Pembubaran Perseroan Terbatas

Berdasarkan Pasal 142 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), Pembubaran Perseroan dapat terjadi dikarenakan:

1. Berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);

Untuk mengajukan usulan pembubaran suatu Perseroan, pihak yang dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS adalah Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.

Pelaksanaan RUPS yang salah satu agenda rapatnya adalah pembubaran Perseroan dilakukan dengan kuorum kehadiran sebesar ¾ bagian saham dan persetujuan pengambilan keputusan oleh minimal ¾ bagian saham dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Pembubaran Perseroan yang didasarkan oleh keputusan RUPS dimulai sejak saat ditetapkannya keputusan RUPS.

2. Karena jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;

Pembubaran Perseroan akibat berakhirnya jangka waktu berdirinya telah habis di dalam anggaran dasar terjadi karena hukum, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator. Setelah berakhirnya jangka waktu berdirinya Perseroan, Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan.

3. Berdasarkan penetapan pengadilan;

Selain pembubaran akibat keputusan RUPS atau pun berakhirnya jangka waktu berdirinya Perseroan dalam anggaran dasar, suatu Perseroan juga dapat dibubarkan atas penetapan Pengadilan Negeri.

Adapun pihak-pihak yang dapat melakukan permohonan adalah sebagai berikut:

  • Kejaksaan dengan alasan Perseroan tersebut telah melanggar kepentingan umum atau melakukan perbuatan melanggar peraturan perundang-undangan
  • Pihak yang berkepentingan dengan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian
  • Pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris dengan alasan Perseroan tersebut tidak mungkin untuk dilanjutkan, antara lain:
  1. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak;
  2. Dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS;
  3. Dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan demikian rupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu pemegang saham memiliki masing-masing 50% (lima puluh persen) saham; atau
  4. Kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.

dalam penetapan pengadilan tersebut juga ditetapkan penunjukan likuidator

4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;

5. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau

6. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan tersebut wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator, yang mana Perseroan juga tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi. Adapun yang dimaksud dengan Likuidasi adalah proses pengurusan dan pemberesan aktiva dan pasiva dari suatu perusahaan, yang mana dari pemberesan tersebut digunakan untuk pembayaran utang dari debitur kepada para kreditur-krediturnya.

Dalam hal akan dilakukan pembubaran PT oleh rups, maka diperlukan prosedur sebagai berikut:

  1. RUPS pembubaran PT dan penunjukkan Likuidator;
  2. Pemberitahuan pembubaran PT kepada kreditur / pihak terkait lainnya oleh Likuidator;
  3. Inventarisasi asset dan pemberesan harta kekayaan PT oleh Likuidator;
  4. Likuidator menyampaikan pertanggungjawabannya kepada RUPS dan Menteri yang berwenang;
  5. Pengumuman pembubaran PT dalam surat kabar;
  6. Menteri yang berwenang menghapus nama Perseroan tersebut dalam daftar Perseroan;
  7. Pengumuman dalam Berita negara republik indonesia (”BNRI”)

Setelah selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan barulah Status Badan Hukum PT tersebut hilang. Sebagaimana ketentuan pasal 143 (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan “Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Artinya bahwa pembubaran Perseroan tersebut tidak menghapus badan hukumnya yang telah didaftarkan sampai dengan likuidasi dan pertanggungjawaban likuidatornya diterima oleh RUPS atau pengadilan niaga.”Prosedur Pembubaran PT oleh Keputusan RUPS

Akibat Tidak Dilakukannya Pemberitahuan Pembubaran kepada Kreditur dan Menteri

Lalu bagaimana jika pembubaran PT tersebut tidak diikuti dengan pemberitahuan kepada kreditur dan Menteri yang berwenang? Maka pembubaran PT tersebut tidak berlaku kepada pihak ketiga, sehingga Perseroan tersebut tetap berkewajiban menjalankan seluruh kewajibannya, seperti pembayaran pajak dan lainnya.

Namun apabila tidak dilakukannya pemberitahuan pembubaran PT tersebut dikarenakan kelalaian oleh likuidator yang ditunjuk, maka likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.

Kewajiban Likuidator dalam Pemberesan Perseroan

Dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan likuidator memiliki kewajiban dalam proses likuidasi untuk:

  1. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan.
  2. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi.
  3. Pembayaran kepada para kreditor.
  4. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham.
  5. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.

Apabila likuidator memperkirakan  bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, maka likuidator berkewajiban mengajukan permohonan pailit atas Perseroan kepada Pengadilan Niaga. Hal ini dapat dikesampingkan jika dikecualikan oleh peraturan perundang-undangan dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.

Terhadap rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi, kreditor diberikan hak untuk mengajukan keberatan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman di Surat Kabar dan Berita Negara. Jika keberatan oleh kreditor tersebut ditolak oleh likuidator, maka kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.

Bagi kreditor yang belum mengajukan tagihan dalam jangka waktu sebagaimana dinyatakan dalam pengumuman pembubaran Perseroan dapat mengajukan tagihannya melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan. Namun demikian, tagihan yang diajukan kreditor dalam jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham, apabila hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor dan likuidator melalui perintah pengadilan negeri menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham untuk membayar tagihan tersebut atas hal ini pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan.

Pemberhentian dan Penggantian Likuidator

Lalu bagaimana jika dalam menjalankan tugasnya Likuidator yang ditunjuk tersebut tidak menjalankannya dengan baik? Atau justru melanggar ketentuan yang diatur? Dalam hal ini berdasarkan Pasal 151 UUPT, pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama. Untuk pemberhentian Likuidator tersebut harus dilakukan dengan pemanggilan yang bersangkutan terlebih dahulu.

  • Bingung urus Pembubaran perusahaan? 
  • Tidak punya waktu untuk mengurus Pembubaran perusahaan? 
  • Mau penjelasan yang lebih lengkap tentang bagaimana tata cara urus Pembubaran perusahaan? 

Segera konsultasikan dengan TEAM AHLI kami di :

0812 9365 6868

0812 8881 9689

Tinggalkan Balasan